Pendahuluan
Menurut pasal 1 undang-undang No. 4
Tahun 2003 tentang Perbankan, Bank adalah Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatan tidak memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran.
Sedangkan menurut pasal 1
undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan undang-undang No.7 Tahun 1992
tentang Perbankan, Bank didefinisikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dengan demikian jelas dinyatakan dalam kedua
pasal di atas bahwa bank adalah lembaga keuangan yang menjalankan kegiatan
usahanya baik secara syariah maupun konvensional dalam fungsinya sebagai
intermediasi antara masyarakat yang memiliki dana lebih (deposan) dengan
masyarakat yang membutuhkan dana (kreditur).
Dalam fungsinya sebagai intermediasi
antara deposan dengan kreditur, maka bank harus melakukan kegiatan penghimpunan
dana dari pihak deposan yang nantinya akan disalurkan kepada kreditur. Dalam
makalah ini nantinya akan dibahas mengenai produk-produk penghimpunan dana
secara syariah sesuai dengan subject yang dikenakan yaitu Bank Syariah.
Demikian materi yang akan kami sampaikan dalam makalah ini, semoga dapat
bermanfaat.
Pembahasan
- Pengertian, prinsip dan tujuan penghimpunan dana
Pengertian penghimpunan dana adalah
suatu kegiatan usaha yang dilakukan bank untuk mencari dana kepada pihak
deposan yang nantinya akan disalurkan kepada pihak kreditur dalam rangka
menjalankan fungsinya sebagai intermediasi antara pihak deposn dengan pihak
kreditur.
Prinsip yang digunakan ada dua
bergantung dari jenis banknya yaitu Bank Konvensional dan Bank Syariah dengan
prinsip konvensional dan dengan prinsip syariah. Ada pun dalam materi makalah
ini hanya akan dibahas mengenai Bank Syariah dengan prinsip penghimpunan dana
secara syariah.
Dalam Bank Syariah, klasifikasi
penghimpunan dana yang utama tidak didasarkan atas nama produk melainkan atas
prinsip yang digunakan. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional prinsip
penghimpunan dana yang digunakan dalam bank syariah ada dua yaitu prinsip
wadiah dan prinsip mudharabah.
Prinsip wadiah dalam perbankan syariah dapat
diterapkan pada kegiatan penghimpunan dana berupa giro dan tabungan. Di
Indonesia, hampir semua Bank Syariah menerapkan prinsip wadiah pada tabungan
giro. Giro wadiah adalah titipan pihak ketiga pada Bank Syariah yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro,
kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
Penghimpunan dana dengan prinsip
mudharabah, dapat dibagi atas dua skema yaitu skema muthlaqah dan skema
muqayyadah. Dalam penghimpunan dana dengan prinsip mudharabah muthalaqah,
kedudukan Bank Syariah adalah sebagai mudharib (pihak yang mengelola dana)
sedangkan penabung atau deposan adalah pemilik dana (shahibul maal). Hasil
usaha yang diperoleh bank selanjutnya dibagi antara bank dengan nasabah pemilik
dana sesuai dengan porsi nisbah yang disepakati dimuka. Dalam penghimpunan dana
dengan pinsip mudharabah muqayyadah, kedudukan bank hanya sebagai agen saja,
karena pemilik dana adalah nasabah pemilik dana mudharabah muqayyadah, sedang
pengelola dana adalah nasabah pembiayaan mudharabah muqayyadah. Pembagian hasil
usaha dilakukan antara nasabah pemilik dana mudharabah muqayyadah dengan
nasabah pembiayaan mudharabah muqayyadah. Bank sebagai agen dalam hal ini
menerima fee saja. Pola investasi terikat dapat dilakukan dengan cara chaneling
dan executing. Pola chaneling adalah apabila semua risiko ditanggung oleh
pemilik dana dan bank sebagai agen tidak menanggung risiko apapun. Pola
executing adalah apabila bank sebagai agen juga menanggung risiko. Prinsip
mudharabah muthlaqah dapat diterapkan dalam kegiatan usaha bank syariah untuk
produk tabungan mudharabah dan deposito mudharabah.
Tujuan dari kegiatan penghimpunan
dana adalah untuk memperbesar modal, memperbesar asset dan memperbesar kegiatan
pembiayaan sehingga nantinya dapat mendukung fungsi bank sebagai lembaga
intermediasi.
- Giro
Secara umum, yang dimaksud dengan
giro adalah cek, bilyet giro, sarana perintah bayar lainnya, atau dengan
pemindahbukuan. Adapun yang dimaksud dengan giro syariah adalah giro yang
dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah
Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa giro yang benar secara
syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
Yang dimaksud giro wadiah adalah giro yang
dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang setiap saat dapat
diambil jika pemiliknya menghendaki. Dalam konsep wadiah yad al-dhamanah, pihak
yang menerima titipan boleh menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang yang
dititipkan. Hal ini berarti wadiah yad dhamanah mempunyai implikasi hukum yang
sama dengan qardh, yakni nasabah bertindak sebagai pihak yang meminjamkan uang
dan bank bertindak sebagai pihak yang dipinjami. Dengan demikian, pemilik dana
dan bank tidak boleh saling menjanjikan untuk memberikan imbalan atas
penggunaan atau pemanfaatan dana atau barang titipan tersebut.
Dalam kaitannya dengan produk giro, Bank
Syariah menerapkan prinsip wadiah yad dhamanah, yakni nasabah bertindak sebagai
penitip yang memberikan hak kepada Bank Syariah untuk menggunakan atau
memanfaatkan uang atau barang titipannya, sedangkan Bank Syariah bertindak
sebagai pihak yang dititipi yang disertai hak untuk mengelola dana titipan
dengan tanpa kewajiban memberikan bagi hasil dari keuntungan pengelolaan dana
tersebut. Namun Bank Syariah diperkenankan untuk memberikan insentif berupa
bonus (fee) dengan catatan tidak diperjanjikan sebelummnya.
Dari pemaparan di atas, maka dapat dinyatakan
beberapa ketentuan umum giro wadiah sebagai berikut:
- Dana wadiah dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial dengan syarat bank harus menjamin pembayaran kembali nominal dana wadiah tersebut.
- Keuntungan atau kerugian dari pegelolaan dana menjadi milik atau ditanggung bank, sedangkan pemilik tidak dijanjikan imbalan atau menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat namun tidak diperjanjikan di awal.
- Pemilik dana wadiah dapat menarik kembali dananya sewaktu-waktu (on call), baik sebagian maupun seluruhnya.
Perhitungan bonus wadiah oleh Bank
Syariah dapat diasumsikan sebagai berikut: Saldo giro wadiah Fulan di Bank
Syariah adalah Rp 1 juta (saldo minimum untuk mendapatkan bonus). Bonus yang
akan diberikan bank kepad nasabah giro wadiah adalah 25%. Diasumsikan total
saldo rata-rata dana giro wadiah sebesar Rp 200 juta dan keuntungan yang
diperoleh untuk giro wadiah adalah sebesar Rp 6 juta.
- Tabungan
Selain giro, produk perbankan
syariah di bidang penghimpunan dana (founding) adalah tabungan.
Berdasarkan undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas
undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan tabungan
adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat tertentu
yang disepakati, tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat
lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Adapun yang dimaksud dengan tabungan syariah
adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal
ini, Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa
tabungan yang dibenarkan adalah tabungan yang berdasarkan prinsip wadiah dan
mudharabah.
3.1 Tabungan Wadiah
Tabungan wadiah merupakan tabungan
yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga
dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya. Terkait dengan
produk tabungan wadiah, Bank Syariah menggunakan akad wadiah yad adh-dhamanah.
Dalam hal ini, nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada
Bank Syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya,
sedangkan Bank Syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi dana atau barang yang
disertai hak untuk menggunakan atau memanfaatkan dana atau barang tersebut.
Sebagai konsekuensinya, bank bertanggung jawab terhadap keutuhan harta titipan
tersebut serta mengembalikannya kapan saja pemiliknya (nasabah) menghendaki. Di
sisi lain, bank juga berhak sepenuhnya atas keuntungan dari hasil pemanfaatan
harta titipan tersebut.
Dalam tabungan wadiah, bank dengan
nasabah tidak boleh mensyaratkan pembagian hasil keuntungan atas pemanfaatan
harta tersebut. Namun bank diperbolehkan memberikan bonus (fee) kepada pemilik
harta titipan (nasabah) selama tidak disyaratkan dimuka. Dengan kata lain,
pemberian bonus (fee) merupakan kebijakan bank yang bersifat sukarela.
Dari penjelasan di atas, dapat
ditarik beberapa ketentuan umum berkenaan dengan tabungan wadiah, yaitu sebagai
berikut:
- Tabungan wadiah merupakan tabungan yang bersifat titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat (on call) sesuai dengan kehendak pemilik.
- Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana atau pemanfaatan barang menjadi hak atau tanggung jawab bank, sedangkan nasabah penitip tidak dijanjikan imbalan dan menanggung kerugian.
- Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik harta sebagai insentif selama tidak diperjanjikan di akad awal pembukaan rekening.
Adapun untuk penghitungan bonus
tabungan wadiah dapat diasumsikan seperti penghitungan hadiah seperti dalam
giro wadiah, hanya saja yang digunakan bukanlah angka tarif bonus giro wadiah,
melainkan tarif bonus tabungan wadiah.
3.2 Tabungan Mudharabah
Yang dimaksud dengan tabungan
mudharabah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah.
Mudharabah sendiri mempunyai dua bentuk, yakni mudharabah mutalaqah dan
mudharabah muqayyadah, perbedaan yang mendasar diantara keduanya terletak pada
ada atau tidaknya persyaratan yang diberikan pemilik harta kepada pihak bank
dalam mengelola hartanya. Dalam hal ini, Bank Syariah bertindak sebagai
mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal
(pemilik dana). Bank Syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib berhak untuk
melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak lain.
Namun, di sisi lain, Bank Syariah juga memiliki sifat sebagai seorang wali
amanah (trustee), yang berarti bank harus berhati-hati atau bijaksana serta
beritikad baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat
kesalahan atau kelalaiannya.
Dari hasil pengelolaan dana
mudharabah, Bank Syariah akan membagikan hasil kepada pemilik dana sesuai
dengan nisbah yang telah disepakati di awal akad pembukaan rekening. Dalam
mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang
terjadi bukan akibat kelalaiannya. Namun, bila yang terjadi adalah miss
management (salah urus), bank bertanggung jawab penuh atas kerugian tersebut.
Dalam mengelola harta mudharabah,
bank menutup biaya oprasional tabungan dengan hasil nisbah yang menjadi hak
nasabah pemilik dana. Disamping itu, bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah
keuntungan nasabah penabung tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan. Sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. PPH bagi hasil tabungan mudharabah dibebankan
langsung ke rekening tabungan nasabah pada saat penghitungan bagi hasil.
Perhitungan bagi hasil mudharabah
dilakukan berdasarkan saldo rata-rata harian yang dihitung di tiap akhir bulan
dan di buku awal bulan selanjutnya.
- Deposito
Yang juga termasuk produk bank dalam
bidang penghimpunan dana (founding) adalah deposito. Berdasarkan undang-undang
No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang
perbankan, yang dimaksud dengan deposito berjangka adalah simpanan yang
penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu menurut perjanjian
antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan.
Adapun yang dimaksud dengan deposito
syariah adalah deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal
ini, Dewan Syariah Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa
deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah.
Dalam hal ini, Bank Syariah bertindak sebagai
mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal
(pemilik dana). Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, Bank Syariah dapat
melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak ketiga.
Dengan demikian, Bank Syariah dalam
kapasitasnya sebagai mudharib memiliki sifat sebagai wali amanah (trustee),
yakni harus bertindak hati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan
bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau
kelalaiannya. Di samping itu, Bank Syariah juga bertindak sebagai kuasa dari
usaha bisnis pemilik dana yang diharapkan dapat memperoleh keuntungan seoptimal
mungkin tanpa melanggar aturan syariah.
Dari hasil pengelolaan dana
mudharabah, Bank Syariah akan membagikan hasil keuntungan kepada pemilik dana
sesuai dengan nisbah yang telah disepakati di awal akad pembukaan rekening.
Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung jawab atas kerugian yang
terjadi bukan akibat kelalaiannya. Namun, apabila yang terjadi adalah miss
management (salah urus), maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian
tersebut.
Berdasarkan kewenangan yang
diberikan oleh pemilik dana terhadap bank, terdapat dua bentuk mudharabah,
yaitu:
- Mudharabah Mutalaqah (Unrestricted Investment Account, URIA)
- Mudharabah Muqayyadah (Restricted Investment Account, RIA)
Dalam deposito mutalaqah, pemilik
dana tidak memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada pihak Bank
Syariah dalam mengelola investasinya, baik berkenaan dengan tempat, cara,
maupun objek investasinya. Dengan kata lain, Bank Syariah mempunyai hak dan
kebebasan penuh dalam mengelola dan menginvestaikan dana URIA ini ke berbagai
sektor bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan.
Untuk pembayaran bagi hasil deposito
mudharabah sendiri dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan metode
anniversary date dan dengan metode end of month
Berbeda dengan deposito mudharabah
mutalaqah, dalam deposito mudharabah muqayyadah, pemilik dana memberikan
batasan atau persyaratan tertentu kepada Bank Syariah dalam mengelola
investasinya, baik berkenaan dengan tempat, cara, maupun objek investasinya.
Dengan kata lain, Bank Syariah tidak mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya
dalam menginvestasikan dana RIA ini ke berbagai sektor bisnis yang diperkirakan
akan memperoleh keuntungan.
Dalam penggunaan dana deposito
mudharabah muqayaddah ini terdapat dua metode, yaitu:
- Cluster Pool of Found
Yaitu penggunaan dana untuk beberapa
proyek dalam suatu jenis industri bisnis.
- Specific Product
Yaitu penggunaan dana untuk suatu
proyek tertentu.
Untuk pembayaran bagi hasil deposito
mudharabah muqayyadah sendiri dibagi menjadi dua, sama seperti pembagian pada
deposito mudarabah mutalaqah, yakni dengan metode anniversary dan dengan metode
end of month.
1.
Faktor-faktor pendorong masyarakat menyimpan dana di Bank
Syariah
Faktor-faktor yang mempengaruhi
ketertarikan akan minat masyarakat dan mendorong masyarakat untuk menyimpan
dananya di Bank Syariah adalah pengetahuan nasabah tentang bank syariah, adanya
organisasi penjamin pelaksanaan kegiatan bank syariah, konsekuensi terhadap
perjanjian, kehalalan investasi yang dilakukan bank syariah, penyelesaian masalah
antara nasabah dengan bank syariah, pelayanan dan integritas pegawai bank
syariah, prinsip titipan atau simpanan, prinsip bagi hasil, prinsip jual
beli, prinsip akad sewa dan ketertarikan terhadap bank syariah itu sendiri.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah
dilakukan sebelumnya terdapat tiga faktor utama yang mampu mempengaruhi
ketertarikan nasabah terhadap Bank Syariah, yaitu prinsip kinerja Bank Syariah,
pelayanan Bank Syariah dan kehalalan. Faktor prinsip kinerja Bank Syariah
berasal dari variabel pengetahuan Bank Syariah, konsekuensi terhadap
perjanjian, penyelesaian masalah antara nasabah dengan Bank Syariah, prinsip
titipan atau simpanan, prinsip bagi hasil, prinsip jual beli, ketertarikan
terhadap Bank Syariah. Faktor pelayanan Bank Syariah berasal dari variabel
organisasi penjamin pelaksanaan kegiatan Bank Syariah serta variabel pelayanan
dan integritas pegawai Bank Syariah. Sedangkan faktor kehalalan berasal dari
variabel kehalalan investasi yang dilakukan Bank Syariah dan prinsip akad bagi
hasil.
Secara garis besar, maka dapat
ditarik sebuah kesimpulan bahwa faktor-faktor pendorong masyarakat untuk
menyimpan dananya di Bank Syariah antara lain:
- Sesuai dengan prinsip syariah, baik dari akad, produk-produk yang ditawarkan, sampai kepada penyaluran pada bidang pembiayaan.
- Sistem yang lebih adil dan menentramkan bagi umat.
- Terbukti tidak rentan oleh krisis.
- Memiliki payung hukum perundang-undangan.
2.
Prospek, kendala dan strategi penghimpunan dana Perbankan
Syariah
6.1 Prospek penghimpunan
dana Bank Syariah
International Monetery Fund (IMF)
memperkirakan terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,9% pada
2008 menjadi 3% pada tahun 2009. Imbas dari krisis keuangan global yang berasal
dari Amerika Serikat berdampak kepada laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun demikian, Deputi Gubernur BI,
Siti Chalimah Fadjridjah mengatakan bahwa pertumbuhan Perbankan Syariah
diperkirakan masih tetap tinggi. Untuk angka pesimistis, BI memperkirakan bank
syariah akan tumbuh 25 persen. Untuk moderat akan tumbuh 37 persen dan 50
persen untuk angka optimitis.
Direktur Perbankan Syariah BI Ramzi
A Zuhdi mengatakan bahwa tekanan ekonomi global yang mengakibatkan naiknya suku
bunga bank konvensional membuat pengusah menarik dana likuidnya untuk
berjaga-jaga juga sedikit banyak berdampak pada dana pihak ketiga di bank
syariah. Dana yang bersumber dari korporasi berkurang sebaliknya untuk dana
individu naik. Karena bank syariah masih berorientasi pada UKM dan domestik
maka diharapkan bank syariah bisa tetap stabil.
Prospek perkembangan bank syariah
sendiri ke depan masih terbuka lebar dan menjanjikan. Salah satu penyebab
layaknya perkembangan bank syariah diperhitungkan adalah karena besarnya return
bagi hasil di bank syariah tidak kalah menarik dibanding besarnya return bunga
di bank konvensional.
Di sisi lain, perbankan syariah juga
akan menghadapi tantangan berat pada tahun 2009. Seiring dengan penurunan
tingkat suku bunga perbankan, DPK perbankan syariah diperkirakan meningkat.
Perebutan dana pihak ketiga ketika situasi pasar ketat tentu membutuhkan energi
lebih.
Menurunnya tingkat suku bunga
perbankan mengakibatkan tingkat return bagi hasil perbankan syariah dapat lebih
kompetitif terhadap tingkat return bunga perbankan konvensional. Namun
produk-produk perbankan syariah relative masih perlu dikembangkan. Keterbatasan
produk dan minimnya pengetahuan masyarakat tentang produk-produk perbankan
syariah dikhawatirkan akan menjadikan persaingan menjadi lebih sulit ditengah
peluang kompetisi yang baik.
Dari keterangan-keterangan di atas,
maka dapat diambil suatu kesimpulan mengenai prospek penghimpunan dana di
perbankan syariah bahwa prospek penghimpunan dana untuk perbankan syariah masih
cukup bagus dengan kondisi-kondisi yang mendukung, terlebih dengan angka
persentasi pertumbuhan perbankan syariah yang cukup besar yang diharapkan dapat
diikuti dengan perkembangan dana yang terhimpun dalam produk-produk
penghimpunan dana perbankan syariah.
6.2 Kendala penghimpunan dana
Bank Syariah
Selain memiliki kekuatan untuk
menunjang pertumbuhan perbankan syariah yang secara langsung ataupun tidak
langsung ikut mempengaruhi perkembangan penghimpunan dana (founding),
pertumbuhan perbankan syariah juga meiliki kendala dalam proses pengembangannya
yang secara langsung ataupun tidak langsung juga akan berpengaruh terhadap
kondisi perkembangan penghimpunan dana dari nasabah. Adapun permasalahan yang
dihadapi dalam pertumbuhan perbankan syariah dan kaitannya dengan penghimpunan
dana antara lain:
- Permasalahan keterjangkauan jaringan yang masih rendah dan belum merata di seluruh propinsi di Indonesia. Hal ini menyebabkan nasabah kesulitan dalam menggunakan produk-produk perbankan syariah khususnya dalam produk-produk penghimpunan dana sehingga perkembangan penghimpunan dana terhambat.
- Nasabah yang tidak loyal kepada bank syariah. Yakni nasabah yang menggunakan jasa keuangan syariah dengan melihat keuntungan semata, dengan memperbandingkan tingkat return antara bank syariah dengan bank konvensional. Nasabah ini akan menghambat perkembangan penghimpunan dana di bank syariah karena penggunaan produk-produk penghimpunan dana yang tidak stabil dan berkesinambungan.
- Kurangnya pemasaran dan promosi. Kurangnya pemasaran mengakibatkan masyarakat sulit untuk mendapatkan produk-produk perbankan syariah dalam hal ini produk-produk penghimpunan dana (founding) perbankan syariah. Kurangnya promosi mengakibatkan informasi yang dibutuhkan masyarakat mengenai produk-produk penghimpunan dana perbankan syariah tidak sempurna, sehingga mengurangi minat masyarakat untuk menggunakan produk-produk penghimpunan dana perbankan syariah.
- Kurangnya sosialisasi dan edukasi. Kurangnya sosialisasi dan edukasi membuat pemahaman masyarakat akan produk-produk perbankan syariah menjadi baur. Sehingga pengetahuan masyarakat (calon nasabah) akan perbankan syariah secara keseluruhan tidak sempurna bahkan tidak ada sama sekali sehingga mengurangi minat masyarakat dalam menggunakan produk-produk penghimpunan dana perbankan syariah.
- Kurangnya sumber daya manusia yang sesuai. Dalam hal ini, sumber daya manusia yang benar-benar menguasai tentang system perbankan syariah sehingga dapat mengelola perbankan syariah dengan optimal. Dengan masih banyaknya sumber daya- sumber daya perbankan konvensional yang dikonversi menjadi sumber daya perbankan syariah dengan kemampuan yang masih belum memadai mengakibatkan pengelolaan dana yang tidak optimal dan berimbas ke seluruh sektor produk-produk perbankan syariah, baik sektor pembiayaan maupun sektor penghimpunan dana.
- Membatasi instrumen dan produk bank pada bentuk tertentu. Maksudnya adalah produk-produk perbank syariah di Indonesia masih membatasi dan di batasi baik oleh bank itu sendiri maupun oleh undang-undang, seperti halnya produk investasi yang menjadi primadona di perbankan syariah seperti murabahah, padahal bank syariah masih memiliki produk-produk invstasi lain seperti mudharabah dan musyarakah. Hal ini diakibatkan pihak bank lebih suka bermain “aman” dalam penyaluran dana nasabahnya. Sebab sistem murabahah adalah sistem yang lebih pasti dan lebih mudah dalam memperhitungkan bagi hasil yang akan diterima dan diperhitungkan. Hal initentunya akan mengurangi kepuasan nasabah dalam penyediaan produk-produk yang terbatas sehingga dapat mengakibatkan beralihnya nasabah ke bank konvensional.
6.3 Strategi penghimpunan dana
Perbankan Syariah
Strategi dalam rangka meningkatkan
pertumbuhan penghimpunan dana perbankan syariah dapat dilakukan dengan:
- Menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%. Dengan perkembangan industri perbankan syariah yang cukup pesat, dipastikan produk perbankan syariah khususnya di bidang penghimpunan dana (founding) sebagai salah satu sektor pendukung pertumbuhan perbankan syariah akan berada diposisi yang cukup baik dan terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan perbankan syariah.
- Program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek positioning, differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang beragam, transparans, kompeten dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu up-date dan user friendly, serta adanya ahli investasi keuangan syariah yang memadai. Sedangkan pada aspek branding adalah “bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking”. Dengan pencitraan yang baik di masyarakat, diharapkan dapat memberi kesan yang baik sehingga dapat menarik masyarakat untuk menggunakan produk-produk perbankan syariah
- Program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah. Dengan sistem pemetaan, diharapkan dapat mempermudah pengelolaan bank syariah sehingga dapat mengoptimalkan pelayanan jasanya di masyarakat yang menimbulkan kesan pelayanan yang baik dan menarik masyarakat untuk menggunakan poroduk perbankan syariah lagi dan lagi.
- Program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan) dan dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama produk yang mudah dipahami. Dengan banyaknya variasi produk yang ditawarkan perbankan syariah kepada nasabah sesuai dengan kebutuhan nasabah, akan mempermudah dalam pengelolaan dana nasabah sehingga dapat memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. Dan dengan penggunaan standarisasi nama produk akan mempermudah nasabah dalam memilih produk-produk mana saja yang sesuai dengan kebutuhannya.
- Program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah. Dengan SDM yang professional, diharapkan industri perbankan syariah dapat tumbuh dengan pesat, dan pelayanan terhadap nasabah pun terus meningkat juga. Dan dengan pengkomunikasian yang tepat dapat membantu nasabah untuk memilih produk-produk yang sesuai dengan kebutuhannya.
- Program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Dengan munculnya pemahaman masyarakat akan perbankan syariah nantinya akan menambah keinginan masyarakat untuk menggunakan produk-produk perbankan syariah yang mereka butuhkan.
Post a Comment